Beranda | Artikel
Tukarlah Dunia Dengan Kemuliaan Akhirat
Senin, 29 Juni 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Tukarlah Dunia Dengan Kemuliaan Akhirat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Aktualisasi Akhlak Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 8 Dzulqa’dah 1441 H / 29 Juni 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Tukarlah Dunia Dengan Kemuliaan Akhirat

Pada pertemuan yang lalu kita telah bahas sedikit tentang qana’ah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan kita untuk hidup qana’ah dan memilih gaya hidup qana’ah dan itu adalah salah satu karakter seorang mukmin, yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Bahkan seorang mukmin merasa apa yang Allah berikan lebih daripada apa yang dimintanya, bahkan dibutuhkannya. Nabi mengatakan dalam sebuah hadits:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Beruntunglah orang-orang yang tunduk kepada Allah (menjadi muslim), dikaruniai rezeki yang cukup dan Allah membuatnya qana’ah (menerima apa yang Allah karuniakan kepadanya).” (HR. Muslim)

Demikian pula dalam hadits yang lain Nabi mengatakan:

منْ أَصبح مِنكُمْ آمِناً في سِرْبِهِ، مُعَافَىً في جَسدِه، عِندهُ قُوتُ يَومِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحذافِيرِها

“Barangsiapa diantara kamu dianugerahi rasa aman pada hatinya, diberi kesehatan pada tubuhnya, diberi kecukupan pada makanan pokoknya, maka seakan-akan ia telah diberi semua kenikmatan dunia.” (HR. Tirmidzi)

Tiga perkara yang disebutkan Nabi ini mungkin tiap hari kita dapatkan, namun mungkin tiap hari kita kufuri juga. Tiap hari kita mendapatkan rasa aman, tiap hari kita mendapatkan kesehatan, tiap hari kita mendapatkan makanan yang cukup, namun kita merasa kurang, merasa Allah Subhanahu wa Ta’ala belum memberikan apa-apa kepada kita. Padahal kata Nabi, orang yang telah mendapatkan tiga perkara itu dia patut banyak-banyak bersyukur kepada Allah karena seakan-akan dia telah diberikan dunia dan seluruh kenikmatan yang ada di dalamnya, dia telah mendapatkan semua kenikmatan dunia dengan mendapatkan tiga perkara yang Allah berikan kepadanya setiap hari. Tapi kadang-kadang kita mengecilkan dan mengerdilkan nikmat aman. Mungkin kita baru tahu nikmat aman itu ketika rasa aman itu Allah cabut dari kita. Banyak orang-orang yang hidupnya dihantui rasa takut, tidak aman, nyawanya terancam. Kita dapat dibayangkan bagaimana kehidupan seperti itu, tentunya tidak akan kita rasakan kenikmatan. Kita Alhamdulillah diberi rasa aman itu.

Yang kedua kita diberi kesehatan. Mungkin kita baru tahu nikmat sehat itu setelah Allah uji kita dengan sakit. Tapi ketika kita sehat seolah-olah kita tidak dapat apa-apa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, seolah-olah sehat itu sesuatu yang harus dan wajib Allah berikan kepada kita. Padahal sehat itu adalah karunia dari Allah, kelebihan yang Allah berikan kepada kita. Kita sehat bukan karena kita makan ini makan itu, olahraga ini olahraga itu, tidak. Banyak orang yang rajin olahraga, makanan bergizi, tapi sakit juga. Sehat itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah memberikan siapa saja yang dikehendakiNya dan Allah mencabut kesehatan itu dari arah yang tidak terduga juga. Banyak orang yang dzahirnya kelihatan sehat wal ‘afiat segar bugar tapi ternyata memendam penyakit. Maka sekali lagi, sehat itu dari Allah yang Allah berikan kepada kita mungkin tiap hari. Kita dapat dua nikmat ini.

Dan nikmat yang ketiga kita diberi kecukupan makanan, kita tidak kelaparan, kita tidak kehausan, air tercurah dari langit terpancar dari bumi, tanam-tanaman tumbuh dimana-mana, tidak kurang makan dan minum, dan itu tiap hari kita dapatkan. Setiap hari kita mendapatkan semua kenikmatan dunia itu. Tapi satu yang membuat semua nikmat itu terasa kecil dan kerdil di mata kita, yaitu karena kita kurang mensyukurinya dan kurang qana’ah menerimanya. Seolah-olah itu masih kurang.

Maka dari itu, untuk memupuk rasa qana’ah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan agar kita selalu melihat keadaan orang-orang yang dibawah kita sehingga kita merasa beruntung dan jangan melihat orang-orang yang dalam pandangan mata kita dia dapat nikmat yang lebih dari kita. Karena itu akan membuat kita bersedih, merasa sial dan tidak merasakan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita, seolah-olah itu hampa, tidak ada rasanya nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita itu. Hal ini karena kita selalu melihat ke atas, bukan ke bawah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan dalam hadits:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هو أَسفَل مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوقَكُم؛ فهُوَ أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَلَيْكُمْ

“Lihatlah orang yang keadaannya dibawah kamu, jangan lihat orang yang kondisinya diatas kamu, sikap ini akan membuat kamu lebih mensyukuri nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, kamu tidak mengkufuri nikmat-nikmat Allah, tidak merasa meremehkan dan merendahkan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan apabila seorang hamba sibuk untuk melihat nikmat-nikmat yang Allah berikan kepadanya, maka dia akan terdorong untuk banyak bersyukur.

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴿١١﴾

Dan apabila seorang hamba menyibukkan diri untuk melihat kampung akhirat, Allah pasti akan menjadikan hatinya selalu merasa kaya dan berkecukupan.” (QS. Ad-Dhuha[93]: 11)

Hal ini karena dia membelakangi dunia dan dia yakin bahwa dunia akan dia tinggalkan. Maka pandangannya tidak tertuju kepada dunia tersebut. Dan itulah sikap hidup yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita semua.

Contoh Nabi dalam Sifat Qana’ah

Nabi adalah contoh orang-orang yang qana’ah. ‘Aisyah meriwayatkan bahwa keluarga Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah merasa kenyang selama dua hari berturut-turut. Dan kondisi tersebut berlangsung sampai beliau meninggal dunia, sampai beliau wafat. Hal itu karena mereka hanya makan roti yang terbuat dari gandum. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa pada suatu hari ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidur beralaskan tikar kecil. Ketika beliau bangun terlihat bekas tikar itu pada badan beliau. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, maukah engkau kami buatkan alas tidur?” Maka beliau menjawab: “Apa urusanku dengan dunia? Di dunia ini aku tidak ubahnya pengendara yang mencari tempat berteduh di bawah sebatang pohon kemudian pergi meninggalkan pohon itu.”

Ini kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal kalau mau, maka mudah saja dunia itu berkumpul di hadapan beliau. Sering datang harta dari daerah-daerah yang ditaklukkan oleh kaum muslimin. Pernah satu kali datang harta melimpah dari Bahrain yang sebagiannya adalah bagian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi bagian Nabi itu habis dibagi-bagikan, tidak tersisa kecuali untuk kebutuhan beliau hari itu, itulah kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini selaras dengan doa beliau, beliau berkata:

اللَّهُمَّ ارْزُقْ آلَ مُحَمَّدٍ قُوتًا

“Ya Allah berilah rezeki keluarga Muhammad berupa makanan pokok yang cukup untuk mengganjal rasa lapar mereka hari itu.” (HR. Muslim)

Inilah adalah teladan yang baik dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal dunia ada dalam genggaman beliau. Kalau ingin dan mau, bahkan Allah menawarkan kepada beliau kerajaan dunia, tapi Nabi memilih apa yang ada di sisi Allah dari akhirat.

‘Aisyah menceritakan bahwa suatu hari seorang wanita Anshar menemui Nabi di rumah. Wanita itu kemudian melihat kasur Nabi dalam keadaan terlipat. Maka ia pun pulang ke rumah dan tak lama kemudian dia kembali sambil membawa sebuah kasur yang terbuat dari bulu domba. Lalu wanita itu memberikannya kepada ‘Aisyah. Beberapa saat kemudian Rasulullah pulang. Melihat kasur dari bulu domba itu Nabi bertanya: “Apa ini?” maka ‘Aisyah menjawab bahwa tadi ada seorang wanita Anshar datang ke sini dia melihat kasur yang engkau pakai lalu ia pulang kembali membawa kasur dari bulu domba ini. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Kembalikanlah kasur itu.” Tapi ‘Aisyah tidak mengembalikannya karena senang dengan kasur itu. Nabi terus memerintah ‘Aisyah untuk mengembalikan kasur tersebut hingga tiga kali. Setelah itu beliau bersabda: “‘Aisyah, kembalikanlah kasur itu, demi Allah jika aku mau niscaya Allah memberiku gunung dari emas dan perak.” Artinya kalau Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menginginkan dan menghendaki dunia, maka Allah akan memberikan dunia itu kepada beliau, dunia itu datang kepada beliau. Tapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memilih itu. Maka dalam doa beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau berkata:

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا ، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا ، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah)

Inilah kehidupan yang dipilih oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi tidak menyuruh kita jadi orang miskin, walaupun itu adalah satu perkara yang dipilih untuk diri beliau. Dan Nabi tidak melarang jadi orang kaya. Karena banyak juga diantara sahabat yang mereka adalah orang-orang kaya. Tapi Nabi berlindung kepada Allah dan berlindung untuk umatnya dari kefakiran dan menyuruh umatnya untuk berlindung dari kefakiran. Jadi pilihan ada ditangan kita. Kaya bukan pilihan, fakir perlu dihindarkan, tapi miskin adalah pilihan yang dipilih oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dan kalau kita baca riwayat hidup dan biografi para Salaf seperti Said bin al-Musayyib, Sufyan Ats-Tsauri, Ahmad Ibnu Hanbal, Khalil bin Ahmad dan ulama-ulama besar lainnya, kita benar-benar takjub dengan sikap qana’ah yang mereka miliki terhadap dunia. Makanan pokok mereka sepotong roti kering yang terkadang dimakan dengan minyak samin dan ditemani dengan segelas air putih. Terkadang mereka lapar selama berhari-hari, tidak mendapatkan makanan dan harus rela mengorbankan nafsu makanan demi menuntut ilmu. Mereka bertahan di majelis ilmu dan mengorbankan selera makan mereka. Dan terkadang mereka hanya memperoleh makanan berupa roti gandum yang kasar, padahal mereka senantiasa dikejar-kejar dunia. Hadiah dari para penguasa selalu menanti mereka, tetapi mereka selalu menolak dan menghindari semua itu.

Dan sikap zuhud para ulama yang seperti ini adalah wujud dari ilmu yang mereka miliki. Oleh karena itulah mereka terus diingat, disanjung dan ilmu mereka selalu membawa manfaat bagi generasi-generasi sesusah mereka. Mereka mengambil teladang dalam bab ini dari teladan yang agung dan mulia, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Mari download mp3 dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Tentang Tukarlah Dunia Dengan Kemuliaan Akhirat

Download mp3 yang lain tentang Aktualisasi Akhlak Muslim di sini.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48633-tukarlah-dunia-dengan-kemuliaan-akhirat/